![]() |
Firdaus Amir |
TERNATE, JurnalMalut.com - Firdaus Amir, nama yang tak lagi asing, terutama di kalangan pengusaha muda Maluku Utara.
Pria kelahiran Waleh, 13 Desember 1989 ini, telah merasakan pahitnya membangun usaha dari nol. Minatnya terhadap dunia enterpreneur bermula saat berada di tanah rantau, saat menjalani studi Diploma Tiga Bidang Vokasi, di Universitas Gadja Mada.
Meski begitu, lelaki yang akrab disapa Daus ini, tak langsung menjajaki usaha setelah studi. Ia bekerja di salah satu perusahaan di Jakarta. PT WEI namanya. Perusahaan ini bergerak dibidang teknologi.
Di perusahaan tersebut, Ia menduduki salah satu jabatan yang cukup strategis, yakni sebagai Kepala Devisi. Tapi nampaknya bekerja bukanlah tipe anak dari Amir Mahmud dan hj Marni Muhammad ini. Ia adalah tipe perintis, tipe orang yang mampu membangun, dan mampu bangkit ketika jatuh.
Kurang lebih satu tahun bekerja di PT WEI, tahun 2012 hingga akhir 2013, Daus memilih resign dan kembali ke Maluku Utara. Ia pulang ke kampung halaman di Desa Waleh, sebua desa di Kabupaten Halmahera Tengah, yang jaraknya cukup jauh dari ibu kota kabupaten, sekitar 67 KM. Saat ini jika menempuh jalur darat menggunakan kendaraan motor, dibutuhkan waktu sekitar 1 jam 48 menit dari Weda untuk sampai ke Waleh.
Di kampung kelahirannya itu, Daus mulai belajar bagaimana merintis usaha, dengan mengelola perusahaan milik kakak kandungnya yang bergerak di jasa konstruksi.
"Di sini saya belajar. belajar bagaimana melobi, dan belajar manajemen perusahaan" ungkap Daus saat ditemui di Bukit Pelangi, Kecamatan Ternate Selatan, Jumat (26/09/2025).
Disela-sela mengelola sambil belajar di perusahaan milik kakaknya itu, Daus menyempatkan waktu selama 7 bulan menjadi nahkoda speedboat yang melayani rute Weda-Waleh.
Di tahun 2014, Daus kembali ke Ternate. Dari sinilah usaha pertamanya dirintis. Daus membangun usaha teknologi, dan mulai menjaja aplikasi. Perusahaannya ini diberi nama Indotitekno.
Kisahnya yang mengharukan dimulai dari sini. Daus pernah mengajukan proposal sistem informasi pariwisata terpadu ke Pemerintah Provinsi Maluku Utara.
"Saat itu saya dipanggil untuk menghadap Sekda. Dari Ternate mau ke Sofifi, uang yang tersisa di dompet 2 ribu rupiah," ujarnya.
"Saya baganti, pigi di pelabuhan Kota Baru. Saya negosiasi deng yang bawa speed, (Om kira-kira bisa k tarada saya nae speed ni, tapi saya tara punya doi). Om itu suru saya nae saja. Karena merasa tidak punya uang, saya terpaksa jadi kenek speed," Kisah Daus.
Tiba di pelabuhan speed Sofifi, Daus terpaksa bernegosiasi lagi dengan supir mobil.
"Om, saya bisa menumpang ke Kantor Gubernur? Tapi saya tarada uang. Om itu antar saya, jam 11 saya tiba di kantor gubernur, mempresentasikan proposal saya sampai jam 2 siang. Setelah presentasi sekitar jam 3 saya keluar dari kantor gubernur. Sampai di tangga terakhir kantor gubernur, pihak hotel boelivard menelepon saya untuk menandatangi kontrak. Saat itu saya menjual aplikasi persatu hotel Rp 30 juta" ungkap Daus.
Keluar dari kantor gubernur, mobil yang tadi mengantarnya masih stay.
"Om bisa k tarada saya carter om pe oto la om antar saya? Om itu bilang tara usa saya ikhlas bantu p ngana. Sampai di pelabuhan, saya masih menemukan speed yang sama. Om saya carter om pe speed om itu bilang tunggu sudah ada penumpang yang so carter jadi nagana nae saja," tutur Daus.
Saat tiba di Ternate, Daus lantas ke hotel boulivard untuk menandatangi kontrak pertamanya, disertai pencairan 50%. Tiba-tiba pihal Hotel Corner juga menelepon untuk penandatanganan kontrak dan percairan 50%.
"Setelah itu saya balik di pelabuhaan bayar speed, om itu bilang (saya ikhlas p ngana jadi tara usa bayar). Saya menimpali kalu saya juga ikhlas ke om, ini saya pe kelebihan rezeki. Setelah itu saya pulang di rumah, saya lia saya pe anak deng isteri saya manangis," Daus berbicara dengan mimik wajah yang mulai berubah, terlihat kalau Ia menyatu dengan ceritanya.
Awal menjalankan usahanya, orientasi Daus bukan tentang uang. "Pikiran saya yang penting bikin, ketika orang puas orang akan beli, dan saat itu saya dapat. Tapi hampir 2 tahun berjalan di saya pe pikiran so mulai doi, jadi apa-apa musti bicara doi kamuka, akhirnya pikiran jadi rusak, pekerjaan semua terbengkalai beberapa aplikasi juga tidak clear"
Daus lantas mencoba peruntungan ke dunia konstruksi. "Saya jadi kontraktor dadakan lagi. Disitu banyak juga projek dapat, tapi so money oriented, jadi apa-apa harus duit, terus cara bergaul juga tidak lagi terkontrol. Di 2018-2019 saya jatuh, jatuh dan lama lagi untuk menumbuhkan barang yang patah. Sekitar 3 tahun lebih baru saya bisa mulai lagi, jadi di dunia usaha ini walaupun sekali tapi cukup panjang. Saya sekarang lebih fokus bajual BBM"
Ayah satu orang anak ini, sekarang fokus membesarkan usahanya sebagai penyuplai BBM. Ia juga aktif berorganisi, berimpun di HIPMI Maluku Utara, organisi yang Ia ikuti sejak 2016 dan menjabat sebagai Wakil Bendahara Umum.
Saat ini, Daus menjadi salah satu calon Ketua Umum BPD HIPMI Maluku Utara. Ia memiliki keinginan besar membawa HIPMI Maluku Utara untuk bisa bersaing, sebagaimana HIPMI di provinsi lain.
"Kita memiliki potensi yang begini banyak, tapi belum telibat secara maksimal, di dalam dunia usaha baik pemerintah dan swasta yang banyak sekali menjadi ruang investasi. Keinginan saya itu, melihat banyak peluang terus HIPMI yang belum terlalu maksismal kita coba maksimalkan," tandasnya. (*)